• Jelajahi

    Copyright © Narasi Riau
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Hari Mangrove Sedunia 2025 di Belaras Barat : Kampanye Cinta Mangrove Lewat Edukasi, Budaya, dan Anak Muda

    , Agustus 01, 2025 WIB Last Updated 2025-08-01T06:43:10Z
    Dari Desa Pesisir Riau, Kampanye “Jangan Tunggu Rusak Baru Pulih” Menggema Bersama Maskot RAJALESA dan Komunitas Mahasiswa

    NARASIRIAU.COM - BELARAS BARAT, MANDAH, INDRAGIRI HILIR, Peringatan Hari Mangrove Sedunia 2025 menjadi momentum penting dan penuh makna bagi masyarakat pesisir Riau, khususnya di Desa Belaras Barat, Kecamatan Mandah, Kabupaten Indragiri Hilir. 26 Juli 2025.

    Dengan semangat kolaborasi, kegiatan ini digerakkan oleh Yayasan BDPN bersama Pemerintah Desa Belaras Barat, mahasiswa pencinta alam GREENOMOS, BEM UNISI, dan HMI Cabang Tembilahan, Indonesia Youth Epicentrum.

    Di tengah semarak budaya dan semangat edukasi, rangkaian kegiatan berlangsung semarak: susur hutan mangrove, penanaman 1.000 bibit mangrove, pentas seni anak-anak, dan peluncuran maskot edukatif RAJALESA (Rajawali Penjaga dan Pelestari Ekosistem Mangrove dan Pesisir).

    "Jangan tunggu ekosistem rusak baru kita bergerak. Memulihkan butuh biaya mahal dan waktu panjang. Maka kampanye Hari Mangrove ini bukan hanya bicara pemulihan, tapi juga penjagaan dan pelestarian yang dimulai dari pendidikan anak-anak,” ujar Zainal Arifin Hussein, Direktur Yayasan BDPN dan inisiator Pesantren Ekologi

    DI SINILAH CERITA BERMULA : ATAN HERMAN DAN LAHIRNYA PESANTREN EKOLOGI.
    Salah satu tonggak penting dari peringatan ini adalah lahirnya gagasan besar yang akan mengubah wajah pendidikan di pesisir. Gagasan itu bermula dari pertemuan dua tokoh Atan Herman dan Zainal Arifin Hussein.

    Atan Herman, Kepala Desa Belaras Barat, adalah sosok yang selama bertahun-tahun berjuang mendirikan SMP Islam Terpadu dan SMA Islam Terpadu Al-Furqan. Perjuangannya bukan sekadar membangun fisik sekolah, tetapi menjawab keresahan anak-anak kurang mampu di desa pesisir sering tertinggal dalam akses pendidikan yang bermutu.

    Zainal Arifin Hussein membawa konsep pesantren ekologi, yakni pendidikan Islam yang memadukan nilai spiritual, tradisi lokal, dan kepedulian lingkungan melalui pendekatan berbasis pengalaman langsung.

    Dari pertemuan kedua tokoh inilah lahir gagasan Pondok Pesantren Ekologi Al-Furqan, yang akan mewadahi SMP dan SMA Islam Terpadu sebagai pusat pembelajaran terpadu yang bukan hanya mencerdaskan, tapi juga menumbuhkan kesadaran lingkungan.

    “Kami ingin anak-anak di sini tidak hanya pandai mengaji dan belajar, tapi juga cinta pada tanahnya, pada lautnya, dan bertanggung jawab terhadap alam sejak kecil,” tutur Atan Herman dengan penuh haru.

    RAJALESA : MASKOT RAMAH ANAK UNTUK CINTA LINGKUNGAN.
    Maskot RAJALESA diperkenalkan sebagai media kampanye kreatif dan edukatif untuk anak-anak. Rajawali gagah dengan ikat kepala merah putih dan perisai “Save Mangrove” ini menjadi inspirasi di setiap sesi menggambar, membaca cerita, dan simulasi penyelamatan lingkungan.

    Dengan pendekatan yang menyenangkan, anak-anak pesisir diajak mencintai alamnya, mengenal ekosistem mangrove, dan memahami pentingnya menjaga hutan sejak dini.

    MAHASISWA : DARI TOUR MENJADI PENJAGA
    Kegiatan ini menjadi ruang belajar nyata bagi mahasiswa. Dari kegiatan ecotour, camping, dan tadabbur alam, mereka terlibat langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kegiatan.

    “Kami merasa dipercaya, dan itu membuat kami tergerak. Ini bukan sekadar jalan-jalan ke alam, tapi proses pembelajaran yang membuka mata kami tentang pentingnya menjaga ekosistem,” ujar Naufal Faskal Rifai, Presiden BEM UNISI yang juga dipercayakan sebagai Ketua Pelaksana (OC).

    BUDAYA MELAYU DAN KEBANGKITAN PESISIR
    Hari Mangrove 2025 juga menyatukan warisan budaya dan semangat pelestarian. Anak-anak menampilkan tari pesisir, pantun ekologis, dan produk olahan lokal dari hasil ekosistem mangrove berkelanjutan.

    Di akhir acara, digelar Ikrar Anak Pesisir untuk Mangrove Lestari, di halaman pondok pesantren yang masih sederhana tapi sarat makna. menjadi saksi lahirnya semangat baru dari desa.

    HARAPAN DARI RIAU : SUARA UNTUK DUNIA
    Gubernur Riau, Abdul Wahid, mengambil langkah strategis dengan membuka peluang investasi kredit karbon melalui kolaborasi dengan ART TREES, lembaga terkemuka di bidang metodologi pengukuran karbon. Ini adalah langkah berani yang membawa suara Riau ke tingkat global, menjadikan hutan dan mangrove bukan hanya dilestarikan, tapi juga bernilai ekonomi dunia.

    Namun, masyarakat berharap agar hasil dari perdagangan karbon ini benar-benar kembali ke desa-desa, untuk meningkatkan kesejahteraan mereka yang selama ini menjaga dan merawat mangrove, bukan dinikmati oleh para pihak yang dikabarkan telah mengantongi izin PBPH dan menebar ketidaknyamanan bagi masyarakat dan nelayan pesisir.


    APRESIASI UNTUK GREEN POLICING DAN KOMITMEN PEMDA
    Visi Green Policing yang dicanangkan oleh Kapolda Riau patut diapresiasi. Pendekatan ini memadukan penegakan hukum dan kepedulian lingkungan, menandai bahwa perlindungan hutan dan pesisir adalah kerja bersama antara masyarakat, negara, dan penegak hukum.

    Sementara itu, Bupati Indragiri Hilir menunjukkan komitmen untuk membatasi penggunaan kayu hutan mangrove untuk pembangunan. Beliau menegaskan bahwa regulasi ke depan akan diarahkan pada solusi yang menjaga kelestarian lingkungan, tanpa menghentikan pembangunan.

    SERUAN AKHIR : JANGAN TUNGGU RUSAK BARU PULIH
    Peringatan ini bukan akhir, tapi awal dari gerakan panjang. Semua pihak menyerukan pesan yang kuat :

    "Mangrove bukan hanya pohon, tapi nafas desa kami. Menjaganya adalah menjaga kehidupan. Jangan tunggu rusak baru pulih, jangan tunggu musibah baru bergerak."


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini